Ulasan Tur Sejarah Kompas: Jejak Inggris Di Jawa
12:50Awal pekan kemarin saya diajak ikut dalam Tur Sejarah Kompas yang berjudul Jejak Inggris Di Jawa. Tur ini adalah tur buku pertama yang diadakan Penerbit Buku Kompas (PBK), dan saya merasa bangga bisa ikut dalam projek percontohan ini.
Selama beberapa dekade, PBK telah menerbitkan buku-buku yang bersifat pengetahuan, terutama tentang sejarah dan biografi. Kebetulan, Pak Peter Carey baru saja meluncurkan buku terbarunya, Inggris Di Jawa, dan momen ini mereka manfaatkan dengan membuat sebuah tur buku. Terus terang, walau ini bukan tur buku pertama di Indonesia, tapi ini tur buku sejarah pertama yang saya tahu.
Ada banyak hal yang membuat Kompas spesial untuk saya. Pertama, karena hampir setengah keluarga paman saya bekerja di grup Kompas Gramedia; baik di percetakan, majalah, tabloid, koran, dan seterusnya. Kedua, karena sejak kecil saya suka baca majalah Bobo dan belanja buku atau perlengkapan sekolah di Gramedia.
Ketiga, karena saya pernah juga bekerja sebagai reporter junior di majalah iDEA Renovasi. Keempat, karena PBK adalah penerbit yang menerima naskah buku saya Gerbang Nuswantara, setelah ditolak oleh banyak penerbit buku pop lain.
Dan yang terakhir, karena PBK adalah satu-satunya penerbit yang mempersatukan para penulisnya (yang notabene orang-orang hebat di bidang masing-masing) dalam sebuah komunitas yang aktif baik di grup WhatsApp maupun di dunia nyata (yang kami resmikan sebagai acara Kamisan). Kami saling mendukung dan terlibat dalam menghidupkan komunitas ini, dan rasanya sangat menyenangkan karena ada kehangatan kekeluargaan di sini.
Tur buku ini tidak terasa asing buat saya, mungkin karena beberapa pesertanya telah saya kenal; para editor di PBK dan penulis buku PBK. Tetapi di luar itu, saya selalu mendapat pengetahuan dan pengalaman baru. Para penulis PBK kebanyakan adalah wartawan, dosen, maupun tenaga ahli yang sangat senang berbagi. Dan di acara tur sejarah tempo hari, saya melihat betapa para peserta (yang kebanyakan baru saling kenal hari itu) aktif dalam menyumbangkan pengetahuan mereka dalam acara, selain juga aktif bertanya (yang akhirnya jadi pengetahuan tambahan untuk kami semua.)
Bagi saya, tur semacam ini sangat membantu bagi kita, para anak bangsa Nuswantara, untuk menapaki jejak perjuangan para nenek moyang. Kebetulan, tur kali ini tentang perang Inggris memasuki Jawa di tahun 1811-1812. Mungkin tur berikutnya akan lebih beragam: perang dan kehidupan Pangeran Diponegoro, sejarah Mataram, dan seterusnya. Kita tunggu saja.
Ada beberapa hal yang saya rangkum dari Tur Sejarah Kompas kemarin:
1. Tempat-tempat yang disambangi, selain punya nilai sejarah, juga sangat sangat Instagrammable (bayangin arsitektur kuno yang masih gagah dilestarikan plus pengetahuan tentang apa yang terjadi di tempat itu dua-tiga ratus tahun silam -- bisa bikin postingan dan caption Instagram-mu dapet banyak like!) Jadi, kalau bisa mendaftar berdua temen yang jago fotografi, karena sekalian belajar tapi juga dapet oleh-oleh foto keren dari tur ini.
2. Saya sangat suka dengan kemasan tur ini, baik susunan acara maupun kontennya, tapi yang terutama karena buku guide-nya yang didesain apik. Walau belum baca bukunya, kita bisa keep up dengan membaca ringkasan di buku guide, dan menambahkan catatan di tempat yang tersedia. Dan desain buku guide-nya super keren (karena untuk seorang desainer seperti saya, keindahan itu penting) dan buku guide ini bisa dikoleksi bersama deretan buku saya yang lain.
3. Hotel (sekelas bintang 3) dan makanan -- sampai makanan ringan di dalam bus dan air mineral -- ditanggung sepenuhnya oleh tur. Jadi harga yang kita bayarkan sudah benar-benar netto. Saya tidak keluar sepeser pun dalam tiga hari ini kecuali belanja suvenir atas keinginan sendiri. Jadi bisa dibilang harga paket turnya worth it banget, karena value yang kita dapat jauhhh lebih mahal dari itu.
4. Tur sejarah ini bukan hanya membawa kita ke tempat-tempat bersejarah, tapi juga mengenalkan kita pada orang-orang dengan otak berisi atau pengalaman segudang (terutama para narasumber dan -- ketika di Yogya -- para ahli waris keraton dan keturunan pahlawan.) Para peserta tur kebanyakan orang-orang cerdas, penting dan aktif dalam bidang masing-masing; dan berkenalan dengan orang-orang seperti ini selain menambah wawasan juga menambah jaringan pertemanan -- yang biasanya bisa lebih erat karena telah mengalami sebuah perjalanan bersama. Jadi sekaligus networking. Seru, kan?
5. Satu hal paling spesial untuk saya dalam tiga hari ini adalah menonton pertunjukan wayang Pangeran Diponegoro. Wayang ini diciptakan tanggal 30 Agustus 2016, jadi waktu dipentaskan untuk kami, usia wayang ini baru 364 hari. Dan lakon Geger Spei yang dimainkan sangat sesuai dengan isi tur sejarah kemarin, yang memberi kami gambaran lebih jelas tentang apa yang terjadi saat itu. Kami beruntung karena wayangan ini baru lima kali dipentaskan sebelumnya dan kami menonton pertunjukan yang keenam.
Untuk tahu lebih detail apa saja yang kami lakukan selama tiga hari dua malam kemarin, baca pengalaman saya di Hari Pertama, Hari Kedua, dan Hari Ketiga. Baca juga ulasan resminya di Kompas.id.
Kompas Historical Tour: The Traces of British in Java
Last week, I was invited to join the Kompas Historical Tour titled Jejak Inggris Di Jawa. This tour is the first book tour ever held by the Kompas Book Publisher (PBK), and I was glad I could be part of this pilot project.
For the past decades, PBK had published knowledge-based books, especially about history and biography. At the time, Mr. Peter Carey had just launched his newest book, Inggris Di Jawa, and this moment was a great time to make a book tour out of it. To be frankly, even if this is not the first book tour in Indonesia, but this is the first historical book tour I ever know here.
There are many things that made me feel special about Kompas. First, because almost half of my uncle's family work in the Kompas Gramedia group; be it in the printing, magazine, tabloid, newspaper, and so on. Secondly, because I loved to read the Bobo magazine when I was little, and shop for books and stationery at Gramedia.
Third, because I have worked as a junior reporter at iDEA Renovasi magazine. Fourth, because PBK is the publisher that accepted my book manuscript, Gerbang Nuswantara, after being rejected by other pop publishers.
And the last thing, because PBK is the only publisher I know that unite all of its writers (who, to be noted, are great people in their own fields) in an active community, both virtually on our WhatsApp group and in the real world (which we officially made as Kamisan events). We support each other and are involved in making this community alive, and it feels so good because I feel the warmth of a family in here.
This book tour doesn't feel strange to me, perhaps because I've known some of its participants; those PBK's editors and book writers. But apart from it, I always get new knowledge and experience with PBK. The writers of PBK are mostly journalists, lecturers, or professionals who love to share. And in this tour we had, I saw how eager the participants (who mostly just knew each other that very day) to actively contribute their knowledge in every part of the tour, besides actively asking questions (which eventually became additional knowledge to all of us.)
To me, this kind of tour is very helpful for us, as the children of the nation, to make pilgrimage of our ancestor's wars and fights. This tour is about the British troop invading Java in 1811-1812, but the next tour would be more varied: the war and life of Pangeran Diponegoro, history of Mataram, and so on. Let's wait and see.
There are few things I sum from this Kompas Historical Tour:
1. The places we went, beside of its historical stories, were all Instagrammable (imagine the well-preserved old architecture combined with the knowledge of what happened two-three hundreds years back -- it would make your Instagram post and caption gets more likes!) So, I suggest you to join this with a friend who is good at photography, because apart from learning things in this tour, you'll get cool pics too.
2. I love this tour package; the schedule and contents, but especially because of the well-designed guide book. Even that I hadn't read the books, I could keep up by reading the outline on the guide book and adding some notes on the available space. And the guide book design is super cool (because for a designer like me, beauty is important) and this guide book is collectible to be put along with my other books on the shelf.
3. The hotel (on a par to 3-star hotel) and the F&B -- including the snacks in bus and mineral water -- are all borne by the tour. So the price we paid was all nett. I didn't spend a dime in the whole three days except for souvenir shopping that I bought for my own desire. So the tour package price is so worth it, because the value we get is muccch more than what we paid.
4. This historical tour would not just take us to the historical places but also introduced us to people with great minds and fully experienced (especially the sources and -- when in Yogyakarta -- those heirs of Keraton and descendants of a national hero.) The tour participants are mostly people who are intelligent, important, and active in their own fields; and getting to know them would add up insights but also adding more friends -- which would usually feel closer due to experiencing a journey together. So it's also a networking. Cool, isn't it?
5. One very special thing for me in those three days was watching the Pangeran Diponegoro puppetry performance. This Wayang (puppet) was created on August 30, 2016, so when they performed it for us, it was just 364-day old. And the play 'Geger Spei' they performed was conformable to the content of our tour, which gave us clearer vision of what had happened at the time. We were lucky because the puppets were played only five times before, and we watched the sixth show.
To know more in details of what we did in those three days and two nights, read my experience on Day One, Day Two, and Day Three. Also, read its official review at Kompas.id.
Rahayu,
Victoria
0 comments
Terima kasih sudah memberi komentar. Mohon kesabarannya menunggu saya baca dan balas komennya ya. Rahayu.