Urban & Spiritual: Kahyangan
20:15Semalam kami berkumpul lagi dalam ruang Urban & Spiritual. Kali ini topiknya 'Kahyangan'. Kita membahas tingkatan Struktur Kahyangan yang tercantum pada halaman lampiran depan buku "Candi Nuswantara".
Semalam kami berkumpul lagi di ruang Urban & Spiritual di Omah Wulangreh, membahas konsep Kahyangan yang diambil dari lampiran halaman depan buku Candi Nuswantara. Ketimbang membayangkan bagaimana keadaan Kahyangan (atau Surga) di 'atas' sana yang tak bisa ditelusuri keberadaannya, kami mencoba menarik konsep Kahyangan itu lebih dekat dan masuk ke dalam diri.
Hal ini berkaitan dengan ilmu Hermeticism tentang makrokosmos (Jagad/Buwana Ageng) dan mikrokosmos (Jagad/Buwana Alit). Jadi untuk memahami apapun yang ada di luar diri--orang lain maupun jagat raya--kita bisa mengaitkannya dengan apa yang ada di dalam diri.
Ada orang-orang yang berkata: Surga dan Neraka adalah kondisi kita pada saat ini hidup di dunia. Ketika kita bahagia, hidup serasa di Surga. Ketika kita sedih, marah, kecewa, atau menderita, hidup rasanya seperti di Neraka. Jika pengetahuan ini dikuatkan dengan kesadaran (konsep mindfulness), kita bisa menciptakan Surga kita sendiri.
sumber: Turangga Seta |
Untuk itu, kami membedah Struktur Kahyangan dan mencerna makna di balik tiap tingkatan. Jika Bumi / Arcapada dikaitkan dengan bagian bawah tubuh alias kaki, dan Setra Gandalayu (Setra Gandamayit) adalah bagian tengah tubuh, maka Sela Metangkep adalah titik feng fu atau Wind Mansion atau Pintu Besi, yang merupakan titik pertemuan leher dan kepala, yang juga menjadi kunci keseimbangan energi tubuh. Dengan begitu, delapan Kahyangan yang disebutkan di dalam buku terletak di kepala kita.
Itu uraian secara biologisnya. Tapi seperti juga konsep Surga dan Neraka tadi, Kahyangan sebenarnya adalah kondisi yang (bisa) berubah setiap saat. Pada akhirnya, ketika sudah sampai di Kahyangan tertinggi yang disebut sebagai Kahyangan Alang-Alang Kumitir (ada catatan lain yang menyebutkan adanya Kahyangan di atasnya lagi, yaitu Kahyangan Puncak Pemalang, tetapi kita tidak membahas hal itu di sini), sudah tidak ada apa-apa lagi kecuali kekosongan; suwung.
Jadi secara singkat urutan Kahyangan ini tak lain adalah kondisi kesadaran kita; apakah masih di Bumi yang penuh hawa nafsu dan emosi, atau mulai naik ke Setra Gandalayu yang sudah terlepas dari jebakan dualisme, atau semakin naik melewati Sela Metangkep dan berada pada kondisi yang semakin kosong, semakin murni, semakin ilahi?
Sebagian yang hadir di sini adalah anggota Paguyuban Goblok. Terima kasih sudah belajar bersama! |
Saya memang sengaja tidak membabarkan secara lengkap semuanya di sini, karena artikel ini berfungsi sebagai laporan. Mungkin nanti akan saya tuliskan sebagai bahan renungan dalam buku, atau lewat radio... Let's see. Yang jelas, saya memperhatikan bagaimana ruang Urban & Spiritual ini membentuk dirinya dan menyadari bahwa ini bukanlah ruang bedah buku, tetapi ruang untuk para jiwa urban belajar spiritual bersama, karena saya menemukan bahwa saya belajar banyak di setiap pertemuan. Dan kalau kamu mau ikut belajar, saya nantikan di ruang Urban & Spiritual berikutnya!
Rahayu.
0 comments
Terima kasih sudah memberi komentar. Mohon kesabarannya menunggu saya baca dan balas komennya ya. Rahayu.